Jakarta,(Gema)
Imam Masjid Istiqlal Ali Mustafa Yaqub memprediksi bakal ada tujuh macam penentuan awal Ramadan dan Idul Fitri tahun ini. Banyaknya cara tersebut, ditengarai menjadi salah satu pertanda umat Islam sudah mulai tidak percaya atau ogah mengakui pemerintah sebagai imam. Diharapkan, ada undang-undang yang mengatur cara penentuan Ramadan dan Idul Fitri.
Saat dihubungi, Minggu (24/7), mantan wakil ketua komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu membeber tujuh cara penentuan awal Ramadan dan Idul Fitri 1432 Hijriah/2011 Masehi.
Saat dihubungi, Minggu (24/7), mantan wakil ketua komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu membeber tujuh cara penentuan awal Ramadan dan Idul Fitri 1432 Hijriah/2011 Masehi.
Ali Mustafa menjabarkan cara-cara itu adalah rukyat, menggenapkan puasa selama 30 hari atau rukyat hilal syawal seperti sering dilakukan ormas NU, dan wujudul hilal atau sering disebut dengan ijtimak qoblal qurub yang kerap digunakan sebagian masyarakat.
Cara lainnya yang diprediksi Ali Mustafa bakal terjadi adalah imkanur rukyat atau dasar perhitungan hilal dengan patokan sudah mungkin dirukyat. Cara ini kerap diambil MUI untuk mengakomodasi perbedaan ormas NU dan Muhammadiyah. “Dua cara pertama tadi dijamin benar,” tutur guru besar Hadis Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta itu. Sementara dua yang terakhir menurut dia masih abu-abu atau diragukan kebenarannya.
Sementara itu, Ali Mustafa juga menyebutkan tiga pola lain penentuan Ramadan dan Idul Fitri yang pasti salah. Tiga pola itu adalah perasaan syekh, di mana cara ini kerap digunakan kelompok-kelompok tarekat. Selanjutnya, ada penentuan dengan menggunakan tanda-tanda alam, dan cara penentuan yang menghindari dua kali khotbah dalam satu hari. “Cara-cara ini keliru, dan berpotensi meresahkan,” ujarnya.
Cara lainnya yang diprediksi Ali Mustafa bakal terjadi adalah imkanur rukyat atau dasar perhitungan hilal dengan patokan sudah mungkin dirukyat. Cara ini kerap diambil MUI untuk mengakomodasi perbedaan ormas NU dan Muhammadiyah. “Dua cara pertama tadi dijamin benar,” tutur guru besar Hadis Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta itu. Sementara dua yang terakhir menurut dia masih abu-abu atau diragukan kebenarannya.
Sementara itu, Ali Mustafa juga menyebutkan tiga pola lain penentuan Ramadan dan Idul Fitri yang pasti salah. Tiga pola itu adalah perasaan syekh, di mana cara ini kerap digunakan kelompok-kelompok tarekat. Selanjutnya, ada penentuan dengan menggunakan tanda-tanda alam, dan cara penentuan yang menghindari dua kali khotbah dalam satu hari. “Cara-cara ini keliru, dan berpotensi meresahkan,” ujarnya.
Sayangnya, aparat tidak bisa berbuat banyak terhadap pola-pola penentuan Ramadan dan Idul Fitri yang salah dan meresahkan tersebut. Padahal, menurut Ali Mustafa, gejala ini cukup mengkhawatirkan. Sebab, berpotensi melemahkan peran negara sebagai poros keberagamaan masyarakat. Untuk itu, dia menyarankan ada undang-undang yang khusus mengatur ketentuan menetapkan Ramadan dan Lebaran.
Sebagai ulama yang pernah berkecimpung di MUI, Ali Mustafa menuturkan bahwa di internal MUI masih bermunculkan oknum-oknum yang menyuburkan banyaknya pola penentuan Ramadan dan Lebaran itu. “Ada teman-teman yang khotbah Ramadan berkali-kali dalam seminggu,” ungkap ulama alumnus Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur, itu. Dia berharap, MUI juga wajib menjembatani munculnya keanekaragaman sistem penentuan Ramadan dan Lebaran. (*Red)
Sebagai ulama yang pernah berkecimpung di MUI, Ali Mustafa menuturkan bahwa di internal MUI masih bermunculkan oknum-oknum yang menyuburkan banyaknya pola penentuan Ramadan dan Lebaran itu. “Ada teman-teman yang khotbah Ramadan berkali-kali dalam seminggu,” ungkap ulama alumnus Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur, itu. Dia berharap, MUI juga wajib menjembatani munculnya keanekaragaman sistem penentuan Ramadan dan Lebaran. (*Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar